Gamelan Sebagai Sarana Hiburan dan Spiritual Raja-raja Jawa Kuno
Kata Gamelan berasal dari bahasa Jawa yaitu gamel yang berarti memukul/menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan. Gamelan merupakan ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya/alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada 167 tahun Saka atau sekitar 230 Masehi, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
Gambar awal ansambel musik ditemukan di Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke 8 di Magelang, Jawa Tengah. Alat
musik seperti seruling bambu, lonceng, gendang dalam berbagai ukuran,
kecapi, dan instrumen string yang membungkuk dan dipetik diidentifikasi
pada gambar ini. Namun tidak memiliki metallophones dan gambang. Meski demikian, citra ansambel musik ini dikabarkan menjadi bentuk gamelan kuno.
Di istana Jawa, gamelan tertua yang diketahui adalah Gamelan Munggang dan Gamelan Kodok Ngorek, yang berasal dari abad ke-12. Gamelan Ini membentuk dasar "gaya keras" dalam musik Gamelan. Sebaliknya, "gaya lembut" berkembang dari tradisi kemanak (instrumen gamelan yang berbentuk sendok) dan berhubungan dengan tradisi menyanyikan puisi Jawa, dengan cara yang sering kali diyakini serupa dengan paduan suara (sinden) yang menyertai tarian bedhaya modern. Pada abad ke-17, gaya nyaring dan lembut ini bercampur, dan untuk sebagian besar keragaman gaya gamelan modern Bali, Jawa, dan Sunda dihasilkan dari berbagai cara mencampur unsur-unsur ini.
Sampai saat ini gamelan masih digunakan pada acara-acara resmi seperti pengiring tari-tarian,
pengiring sinden/penyanyi, pernikahan, syukuran, dan lain-lain. Gamelan digunakan mayoritas masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur
dan D. I. Yogyakarta serta masyarakat suku Bali di pulau Bali dan suku Sasak di pulau Lombok. Di Bali selain digunakan untuk seremoni pernikahan maupun tarian juga digunakan untuk sarana spiritual.
Komentar
Posting Komentar